Perbincangan Tentang Gelas Kopi
- 2 minsSesorean Ryan dan Heri berbincang hebat tentang suasana kantor yang semakin sibuk. Apalagi menjelang bulan puasa dan lebaran. Tugas jaga untuk posko lebaran telah dibuat. Untungnya untuk tahun ini jadwal jaga Ryan tidak bertepatan dengan hari H lebaran. Kopi pahit yang mereka nikmati bersama rupanya sisa separuh.
“Heri, tahukah kamu kalau gelas ini aku isi dengan kelereng, batu-batu kecil, pasir dan adonan kopi itu ternyata mewakili kehidupan kita.” ujar Ryan kepada sahabatnya itu.
“Ah kamu Ryan, ada-ada saja mengumpamakan kehidupan kita seperti hal-hal yang gak penting” Heri menyahutinya dengan sedikit senyan sinis.
“Sudahlah, kegagalan hidup kamu jangan juga membuat otak kamu gagal loading” tambah Heri sok pintar.
“Bukan begitu Her. Aku melihat ada filosofi menarik yang bisa diambil pelajaran” Ryan menyandarkan tubuhnya dengan memasang mimik serius.
“OK… sekarang akan aku jelaskan padamu.”
“Coba pahami dan bayangkan gelas kosong adalah diri kita. Lalu kita isi dengan kelereng, maka masih ada ruang untuk kita isi dengan batu-batu kecil. Kemudian gelas itu kita tuangkan pasir untu mengisi ruang antara kelereng dan batu-batu kecil. Dan terakhir kita isi lagi dengan kopi yang sudah kita buat sore ini. Maka gelas kita akan penuh. Bukan begitu?” tanya Ryan diakhir kalimatnya.
“Dan kamu anggap itu sepele? Tidak Her, itu bukan hal yang sepele. Itu mengandung makna yang dalam bagi kita. Dan itu mewakili kehidupan kita.”
Karena melihat Heri yang seakan-akan belum menangkap makna pembicaraannya, Ryan kemudian melanjutkan penjelasannya.
“Baiklah Her.” sambung Ryan. “Aku ibaratkan kelereng-kelereng itu adalah hal-hal yang penting. Seperti Tuhan, keluarga, istri, anak-anak dan kesehatan. Jika yang lain hilang dan hanya tinggal mereka, kelereng-kelereng itu, maka hidup kita masih penuh makna.”
“Batu-batu kecil itu adalah hal-hal lain seperti pekerjaan, uang, rumah, mobil. Sedangkan pasir adalah hal-hal sepele.”
“Jika kamu pertama kali memasukkan pasir, maka tidak akan tersisa ruang untuk batu-batu kecil dan kelereng-kelereng itu. Hal yang sama juga akan terjadi dalam hidupmu.”
“Kamu akan menghabiskan energi untuk hal-hal sepele, dan tidak akan punya ruang lagi untuk hal-hal yang lebih penting seperti Tuhanmu, keluarga, istri dan anak-anak.” semakin bersemangat Ryan menjelaskannya. Sedangkan Heri berusaha mencerna walapun Ryan tahu tak semuanya bisa dia mengerti.
“Jadi beri perhatian untuk hal-hal yang penting untuk kebahagiaanmu. Beribadahlah pada Tuhanmu. Rawatlah keluargamu. Bermain, berbincanglah dengan anak-anakmu.” “Luangkan waktu untuk cek-up kesehatanmu. Ajak istri untuk makan malam, jalan-jalan, berliburlah.” “Berikan perhatian terlebih dahulu kepada kelereng-kelereng. Hal-hal yang benar-benar penting. Atur prioritasmu. Baru yang terakhir, urus pasirnya.”
Lama mereka terdiam. Sebelum Heri berdiri dan bertanya.
“Kalau kopi mewakili apa Ryan?”
Sambil tersenyum, Ryan menjawab dengan ringan.
“Itu untuk menunjukan, sekalipun hidup kita sudah penuh dengan hal-hal penting dan juga hal-hal sepele, tetap selalu tersedia tempat untuk segelas kopi bersama sahabat.”
Sore semakin remang. Dua sahabat itu juga menyudahi perbincangannya hari ini. Ada senyum mengembang dan lambaian tangan saat mereka berpisah di beranda depan rumah sederhana itu.
(Hambawang, 06072913)
Comments
Want to leave a comment? Visit this post's issue page on GitHub (you'll need a GitHub account).