Berhentilah Menjadi Dokter Gigi

Berhentilah Menjadi Dokter Gigi

- 3 mins

Beberapa bulan belakangan terjadi perdebatan seru tentang layanan primer Dokter Gigi. Tentang konsep layanan paripurna bidang kesehatan Gigi dan Mulut. Yang menjadi pertanyaan adalah, “Mengapa Dokter Gigi lebih identik dengan masalah-masalah kesehatan gigi saja?”. Maksud saya apakah sekedar ngurusin urusan kavitas, gigi goyang, sakit gigi, karang gigi hingga cabut-mencabut. Bukankah kita juga dituntut untuk melaksanakan konsep layanan kesehatan secara utuh?. Bukankah kita dulu sekolah dibidang kesehatan Gigi dan Mulut?. Hingga rumah sakit tempat kita mengasah skill dengan bangganya manamakan diri sebagai Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM). Yang berarti bidang kita adalah pelayanan kesehatan Gigi dan Mulut secara menyeluruh.

Ok.. kembali kekenyataan tentang profesi Dokter Gigi, saat ditanya dalam suatu seminar Kedokteran Gigi, “Apakah anda Dokter atau Dokter Gigi?” Saya yakin maka semua akan menjawab Dokter Gigi. Atau malah mungkin bingung dan menjawab, “Kita ya Dokter, tapi Dokter Gigi”. Ini terjadi karena sebagian besar masyarakata (atau kita sendiri) menempatkan profesi Dokter Gigi hanya untuk memperbaiki GIGI. Dan profesi Kedokteran menganggap para Dokter Gigi adalah sekelompok orang yang gagal masuk ke Fakultas Kedoktera (Umum). Namun kenyataannya, dalam pelayanan Primer (PUSKESMAS) para Dokter Gigi juga tidak ditempatkan di garis depan program pencegahan penyakit secara umum. Padahal semua tahu 99% yang masuk ke tubuh kita melalui rongga mulut. Dan manifestasi keadaan sistemik seringkali ditemukan di rongga mulut.

Dari sisi pasien, saya juga bertanya, kira-kira terjadinya kunjungan kembali antara dokter umum dan dokter gigi seringan mana? Kalao ke dokter umum, pasien sekali datang karena flu batuk, kasih obat, sembuh. Tapi kalo ke Dokter Gigi Rata-rata pasien 4 sampai 6 kali lebih sering daripada dokter umum. Atau setidaknya 6 bulan sekali untuk kunjungan periodik. Dokter gigi tidak berbeda dari seorang ahli jantung yang mengkhususkan diri dalam otot jantung , dokter gigi mengkhususkan diri dalam rongga mulut (bukan gigi saja). Dan perlu kita ketahui, pasien gigi rata-rata tidak benar-benar tahu apakah kita seorang dokter gigi yang cakap atau tidak. Yang mereka tahu adalah bahwa mereka mempercayai kita dan asisten asisten. Dan memiliki pengalaman yang baik tentang bidang kedokteran gigi. Dan perlu juga diketahui, perkembangan praktek dokter gigi dan jumlah kunjungan pasien sebanding dengan kepuasan pasien dan pengalaman positif akan layanan kita.

Oleh karena rongga mulut dan kondisi sistemik pasien berpengaruh terhadap Dokter Gigi, Pasien dan Tindakan kedokteran gigi, coba kita tanya pada diri kita masing-masing tentang 10 Pertanyaan konsep menyeluruh layanan kesehatan gigi dan mulut berikut.

  1. Apakah kita memeriksa tekanan darah setiap pasien ?
  2. Apakah kita memeriksa keadaan rongga mulut secara menyeluruh ?
  3. Apakah kita melihat ada tidaknya kanker rongga mulut ?
  4. Apakah kita benar-benar memeriksa socket dengan probing ?
  5. Apakah kita melihat adanya bakteri mulut yang berlebihan ?
  6. Apakah kita bertanya pada pasien tentang riwayat diabetes untuk mengetahui kadar gula darah dan penyakit sistemik lainnya ?
  7. Apakah kita mengkomunikasikan hubungan antara kesehatan mulut dan sistemik ?
  8. Apakah kita berkomunikasi dengan dokter layanan primer ada kontra indikasi perawatan ?
  9. Apakah kita tahu siapa dokter yang merawat pasien sebelumnya (dokter / dokter gigi) ?
  10. Apakah kita menjelaskan kepada pasien bahwa kita nggak cuman ngurusi gigi saja, tapi rongga mulut secara keseluruhan ?

Sepuluh pertanyaan diatas hanya memakan waktu tidak lebih dari 5 menit saja kok. Jika ada kelainan yang ditemukan , komunikasikan, rekam secara tertulis, lakukan rujukan dengan fasilitas perawatan primer lainnya. Siapa tahu, kita mungkin bisa menyelamatkan nyawa seseorang, bahkan menghindarkan kita dari kemungkinan-kemungkinan buruk lainnya. Jika hal-hal diatas luput dari perhatian kita, sebaiknya berfikirlah kembali bertanyalah kembali Apakah saya benar-benar Dokter Gigi? Kalao belum, berhentilah menjadi dokter gigi, karena tidak beda dengan “ahli gigi jalanan”. Atau marilah mulai menjadi Dokter Gigi (melampaui Gigi dan Mulut) sebenarnya.

Salam

drg. F. BASORO

Basoro

Basoro

Dokter Gigi di RSUD H. Damanhuri - Barabai. Bapak untuk 3 orang anak.

Comments

Want to leave a comment? Visit this post's issue page on GitHub (you'll need a GitHub account).

rss facebook twitter github gitlab youtube mail spotify lastfm instagram linkedin google google-plus pinterest medium vimeo stackoverflow reddit quora quora